Tampilkan postingan dengan label Reflections. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Reflections. Tampilkan semua postingan

Saat Kita Merasa Sudah Tau Segalanya, Saat Itulah Kita Berhenti Belajar

Di tahun tahun sebelumnya, aku pernah ada di posisi merasa cukup.

Cukup pintar.

Cukup tau segalanya.

Cukup paham arah hidup.

Cukup dengan kehidupan yang sudah aku jalani.

Hidup terasa cukup damai karena tidak ada drama seperti tahun tahun sebelumnya. Semuanya terasa aman, nyaman, dan stabil. Aku merasa semuanya akan berjalan dengan baik baik saja.

Aku bekerja. Aku berdaya. Aku bisa menghidupi diriku sendiri. Aku bisa bertemu dengan banyak orang baru. Aku bisa punya hobi baru. Aku bisa melakukan banyak hal. Aku bisa jalan kesana kemari tanpa harus ada yang mengekang ataupun mengomentari diriku. Tentu, ini pemikiran yang sangat sombong.

Tanpa aku sadari, perlahan aku sudah berubah menjadi manusia yang berhenti untuk membuka diri.

Perlahan, aku berhenti untuk mendengarkan orang orang di sekitarku dengan hati dan rasa empati. Aku merasa mereka tidak cukup tau daripada aku. Aku merasa sudah lebih dulu tau daripada mereka.

Perlahan, aku juga berhenti mempertanyakan tentang keputusan orang lain dan juga keputusan yang aku buat untuk diriku sendiri. Aku lebih memilih untuk diam, bahkan saat aku tau itu bukan hal yang seharusnya aku lakukan. Aku tau ada yang salah, tapi aku terlalu enggan untuk mengatakannya.

Aku berhenti untuk peduli dengan banyak hal.

Aku berubah menjadi apatis dengan berbagai hal di sekitarku. Aku terlalu malas untuk ikut campur dengan hal hal yang bukan menjadi urusanku. Walau sebenarnya aku melakukan semua itu bukan tanpa alasan. Aku hanya tidak ingin terlibat dengan banyak konflik yang memusingkan. Aku sudah terlanjur nyaman dengan rasa stabil yang saat itu aku rasakan. Aku sudah di fase lelah untuk belajar lagi. Aku hanya ingin menikmati apa yang ada di dalam hidupku.

Tapi, hidup itu lucu.

Hidup selalu punya cara untuk menyadarkan kita sebagai manusia. Bukan dari kegagalan besar, melainkan dari momen momen kecil yang menampar kita. Sakit, tapi tidak berdarah, namun cukup menyadarkan manusia sombong ini.

Seperti saat aku sedang mencoba untuk menyampaikan suatu ide, tapi malah tidak ada yang mengerti karena pesan yang ku bawa tidak clear. Lucunya, kala itu aku merasa aku paling tau dan paham, tapi aku gagal menyampaikan dengan utuh dan mendengarkan sekelilingku dengan empati.

Atau momen ketika aku lagi diajak cerita tentang hal baru, tapi reaksiku cuma setengah hati. Bukannya penasaran atau nanya balik, aku malah sibuk menghakimi dalam hati, ohh cuma ini, aku udah pernah denger ini, ini bukan informasi baru buat aku. Padahal, aku belum tentu benar benar paham dengan hal itu. Atau mungkin, aku belum pernah mencobanya sama sekali. Tapi, saat itu aku sudah merasa paling tau segalanya.

Dari situ aku sadar kenapa semua terasa mandek, datar, hampa, atau bahkan stagnan. Ternyata, secara tidak langsung aku berhenti untuk bertumbuh karena aku merasa sudah cukup tau segalanya.

Dan itu menakutkan.

Bukan karena kita malas belajar, tapi karena kita merasa sudah tidak perlu lagi belajar. Padahal, hidup terus bergerak dan dunia senantiasa mengalami perubahan.

Dan kalau kita tidak belajar, kita hanya akan jadi versi lama dari diri kita yang mungkin sudah tidak lagi relevan di masa sekarang.

Kalau aku tidak memaksakan diri untuk terus belajar, besar kemungkinan aku akan banyak mengalami ketertinggalan. Bukan hanya dari orang lain, tapi dari versi diriku yang seharusnya bisa menjadi lebih baik dari saat ini.

Satu hal yang aku sadari adalah aku justru baru benar benar merasa belajar ketika aku mulai mengakui ketidaktauanku akan suatu hal. Walau terkadang, ego kita sebagai manusia seringkali susah diajak untuk berkompromi dan menolak ketidaktauan.

Mengakui ketidaktauan itu kerap kali terasa memalukan. Tapi mungkin, justru itulah titik baliknya. Saat kita sudah merasa tau segalanya, saat itulah kita akan berhenti belajar.

Pelan pelan, aku mau belajar untuk kembali membuka diri dan belajar banyak hal lagi.

Aku mau pelan pelan belajar untuk membuka ruang.

Aku mau pelan pelan belajar untuk tidak buru buru merasa paling tau segalanya.

Aku mau pelan pelan belajar mendengarkan dengan hati yang sepenuhnya hadir dan memberi ruang untuk hal hal baru yang akan masuk.

Aku mau belajar menjadi orang yang banyak mendengarkan lagi.

Aku mau jadi orang yang bisa jujur mengatakan, “Aku belum tau, tapi aku mau tau dan mau belajar.” atau “Aku emang belum yakin, tapi aku mau belajar supaya bisa jadi yakin dengan diriku dan juga hasilnya.”

Aku ingin belajar ,menjadi versi diriku yang tidak takut melakukan kesalahan walau konsekuensinya mungkin aku akan dihakimi, dimaki, atau bahkan tidak disukai.

Aku ingin belajar menjadi versi diriku yang tetap memiliki rasa penasaran dengan banyak hal di dunia, tanpa takut dicap bodoh karena memiliki ragam pertanyaan.

Aku ingin jadi versi diriku yang tidak kehilangan semangat untuk terus bertumbuh dan berproses, meski hanya dari hal hal kecil yang sederhana. Mungkin tidak terlihat wah di mata orang lain, tapi memiliki arti penting untuk kehidupanku di masa mendatang.

Aku ingin selalu belajar. Belajar untuk tidak cepat merasa puas. Belajar untuk selalu jadi yang terbaik dari diriku di hari kemarin. Belajar untuk terus berproses walaupun tidak ada apresiasi dari sana sini. Aku ingin belajar untuk menjadi versi diriku yang paling terbaik, bukan untuk orang lain, melainkan untuk diriku sendiri.

Tentu saja semua ini butuh proses dan pastinya tidak akan bisa instan serta butuh waktu yang tidak sebentar.

Pada akhirnya, aku menyadari kalau ternyata menjadi manusia itu bukan tentang yang paling tau banyak hal, tapi tentang yang tidak pernah berhenti mencari tau walau ia sudah tau dan belajar banyak hal.

Share:

Sedih Senang Secukupnya

beberapa hari ini, sedih datang menghampiri
seakan tidak memberi celah bagi senang untuk singgah barang sejenak.
⁣⁣⁣
beberapa hari ini, wajahnya dipaksa untuk ceria,⁣⁣⁣
seakan tidak memperdulikan apa yang sesungguhnya dirasa.⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
beberapa hari ini, dia kembali mencoba menerka,⁣⁣⁣
tentang apa yang sesungguhnya sedang terjadi.⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
ia tau dan menyadari,⁣⁣⁣
bahwa masalah yang ia hadapi,⁣⁣⁣
tak sebanding dengan semua nikmat yang ia dapatkan.⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
ia tau,⁣⁣⁣
mengeluh tidak akan mengubah keadaan,⁣⁣⁣
dan salah satu solusinya adalah tetap melangkah ke depan,⁣⁣⁣
melakukan yang terbaik,⁣⁣⁣
semampu yang ia bisa lakukan,⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
merasa sedih senang secukupnya.⁣⁣⁣
mengucap syukur tanpa henti,⁣⁣⁣
dan berhenti untuk bertanya,
"Kenapa Allah selalu mengujiku?"

Share:

Jatuh

 Jatuh?

Tidak apa apa.

Semua orang pernah terjatuh.

Yang membedakan hanyalah waktu serta cara mereka agar

dapat bangkit kembali.


Jatuh?

Tidak apa apa.

Layaknya bunyi hukum newton kedua bahwa F = m.a

Kalau kamu terjatuh itu menandakan bahwa kamu sedang

bergerak alias tidak melembam.


Jatuh?

Tidak apa apa.

Asalkan tidak terjatuh ke lubang yang sama.


Jatuh?

Sekali lagi, tidak apa apa.

Dengan terjatuh, maka kau dapat mengenal luka.

Lalu, setelahnya kau akan belajar bagaimana cara menata luka

seapik mungkin hingga rasa perih itu tak mampu untuk

berkecamuk kembali.


Jatuh?

Ayo bangkit kembali!

Share:

Ku Tunggu Kehadiranmu

Seandainya keharmonisan itu bisa dibeli

Aku ingin membelinya satu paket bersama ketentraman.

Namun itu tak mungkin terjadi.

Karena aku tak pernah menemukan suatu keadaan dimana uang

dapat ditukar dengan hal semacam itu.


Tapi mengapa kebanyakan orang dewasa selalu menjadikan

materi sebagai tolok ukur kebahagiaan?


Mengapa?

Apakah mereka lupa, bahwa kebahagiaan itu sejatinya datang

dari rasa syukur serta hati yang ikhlas, bukan dari hati yang

selalu dihiasi dengan prasangka buruk.


Aku hanya tak benar benar menyangka, bahwa dari uang bisa

menimbulkan pertengkaran hebat.

Dari uang bisa menimbulkan rasa permusuhan, tak pandang

apakah dia teman atau bahkan keluarga sendiri.


Tak ada gunanya aku mermahtkan perihal uang,

Aku belum cukup dewasa untuk mengerti masalah ini.

Aku hanya merindukan sesuatu yang telah lama pergi dari sini.

Ya, aku rindu akan keharmonisan dan sebuah rasa tentram.

Telah lama aku tak berjumpa padanya, kemanakah gerangan

engkau?


Apakah keharmonisan hanya sekedar teori di fisika?

Apakah keharmonisan itu hanyalah bayangan semu?


Teman-temanku, mereka bilang bahwa aku beruntung.

Mereka bilang bahwa aku bahagia.

Ku bilang bahwa mereka semua salah.

Mereka tidak mengenal aku.

Ibarat permen, mereka hanya tau aku dari kulitnya saja dan tak

tau apa yang ada di dalamnya.


Aku bingung.

Aku lelah.

Stress kian sering berkunjung.

Ingin rasanya ku berteriak.


Tapi aku percaya, Tuhan pasti akan selalu bersama hamba-

hambanya yang bersabar.

Atas izin-Nya, aku akan bersabar menantimu, wahai

keharmonisan.

Ku harap kau segera datang kesini, dan jangan lupa untuk

mengajak 'rasa tentram' singgah.


Ku tunggu kehadiranmu.

Share:

Cinta yang Haq

Wahai Dzat yang jiwaku berada di genggaman-Nya...
Apakah hamba yg hina ini memang pantas merasa cinta?

Sebab cinta hamba baru berbentuk doa.
Yang berharap sesegera mungkin berbuah nyata.
Tidak seperti mereka, para pecinta-Mu yang senantiasa mencintai-Mu dengan segenap jiwa raga.
Para pencinta-Mu yang senantiasa merintih rindu ketika mendengar nama kekasih-Mu digaungkan.
Para pencinta-Mu yang senantiasa menangis sendu ketika mendengar kalam-Mu diserukan.

Sedang hamba,
Hanya seorang yang hina,
Kerap kali tergoda dengan fananya dunia,
Mengaku cinta,
Namun acapkali melakukan dosa.

Mereka datang pada-Mu membawa cinta.
Sedang hamba datang pada-Mu membawa dosa.

Iman hamba lemah,
Maka kuatkan hamba, Ya Rabb.
Sebab hamba hanya seorang budak di hadapan-Mu.
Seorang hamba yang lemah dan juga hina.
Yang hanya bisa berharap belas kasih ampunan dan juga limpahan rahmat dari-Mu.
Share:

Kecewa? Perbaiki Niatmu.



Hari ini, entah kenapa terbesit ungkapan mengenai kekecewaan di dalam benakku.

Entahlah, aku tak terlalu paham akan perihal ini.
Semua terjadi di luar kendalaku.

Hmm..
Aku rasa, setiap insan pasti pernah merasakan kecewa. 
Kecewa, karena realitas yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang telah di ekspetasikan.
Kecewa, karena terlalu banyak menaruh harapan pada manusia yang bahkan tidak bisa menjamin semua ekspetasi itu akan terwujud.
Kecewa, karena memang dari awal tidak diniatkan karena Allah.

Ahh, apa kau sadar teman?
Kita seringkali menaruh harapan pada manusia, menggantungkan angan pada mereka, tetapi kita acapkali lupa bahwa kita memiliki DIA yang mampu mengabulkan semua angan dan cita kita.
mengapa kita tidak menaruh harapan pada-Nya? 
mengapa kita tidak merayu DIA untuk mengabulkan semua permohonan kita?
mengapa kita tidak meminta agar DIA menguatkan hati ini dikala apa yang kita harapkan tidak bisa direalisasikan sebagaimana mestinya?

Kita terlalu sibuk berharap pada ciptaan-Nya.
Kita terlalu sibuk memikirkan angan tapi acapkali lalai memikirkan tugas kehambaan kita pada-Nya.
Kita...
Kita terlalu sibuk berbuat untuk manusia tapi lupa bahwa apa apa yang ada di dunia ini terjadi karena DIA.

Klise, tapi banyak insan yang mengabaikan perihal ini.
menuduh-Nya, mengatakan bahwa DIA tidak adil.
Ah, bagaimana dia mau mengabulkan permohonanmu jika apa yang kamu perbuat saja bukan semata mata karena dia.

Ah, teman.
Jika kau kecewa, coba perbaiki niatmu.
Periksa, apakah benar yang kau lakukan ikhlas semata mata mengharap ridho-Nya?
Ikhlas semata mata demi kebermanfaatan bersama?



"mari mengintropeksi diri masing masing. :)"
Share:

Adalah Sahabat

Sahabat.

Adalah mereka yang selalu mempunyai cara untuk memaafkan

tanpa harus ada yang kata maaf.


Sahabat.

Adalah mereka yang tetap bersedia datang padamu ketika dunia

menjauhimu.


Sahabat.

Adalah mereka yang pernah pergi tapi tak pernah lupa untuk

kembali.


Sahabat.

Adalah mereka yang tak pernah lelah mengingatkan kita pada hal

hal yang berujung pada kebaikan. 

Share:

Apa yang Sedang Kau Inginkan?

 Hasil gambar untuk danbo galau


Apa yang sedang kau inginkan?
Harta?
Uang yang berlimpah?
Teman yang banyak?
Jabatan yang tinggi?

hmmm..

Jika aku boleh meminta, aku ingin Tuhan mengirimkanku satu orang saja, yang dapat menjadi tempat untukku mengadu, berkeluh kesah, dan tentu saja yang dapat membuat gelak tawa itu kembali lagi hadir disini.

Bukan aku tak mau bercerita kepada mereka, teman-teman  dekatku.
Hanya saja, aku merasa cerita ini terlalu rumit untuk ku ceritakan.
Aku tak tau bagaimana caranya untuk menyampaikannya pada mereka.

Terkadang juga, tujuan orang-orang bercerita karena ingin di dengarkan, bukan untuk dicaci maki atau bahkan dihakimi.

Tapi tak mengapa, aku masih bisa mengadu dalam sujudku.
Dan bukankah sudah seharusnya seperti itu?
Bukankah hanya kepada Allah sahaja sebaik-baiknya tempat mengadu dan berkeluh kesah?
Jika manusia bisa meninggalkanku, maka Allah tidak akan pernah meninggalkanku.
Jika manusia tak bisa mendengarkanku, maka Allah yang Maha Mendengar, akan mendengar segala keluh kesahku bahkan sebelum aku bermunajat kepada-Nya.

Iyya kana'budu wa iyya kanasta'in.
"Hanya Allah yang kami sembah dan hanya kepada Allah lah kami meminta pertolongan."

 

Hanya Allah sahaja, sebaik-baiknya tempatku untuk mengadu dan berkeluh kesah. 

Share:

Allah Sebaik-Baiknya Pembuat Rencana




Teman,

Ketika hasil yang kau dapatkan tak sebanding dengan jerih payahmu selama ini, bersabarlah.
Kuatkan hatimu, dan janganlah sampai engkau berprasangka buruk pada-Nya.
Karena DIA adalah sebaik-baiknya pembuat rencana.

Teman,
Memang menyakitkan ketika mengetahui bahwa hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan ekspetasi.
Menyedihkan, ketika kita telah mengorbankan waktu, tenaga, serta pikiran hanya untuk mendapatkan hasil yang terbaik tetapi nyatanya tidak sesuai dengan harapan, bahkan realitanya sekalipun. Sangat meleset dari perkiraan.

Tak apa.
Kau tau?
Kadang, kita seharusnya bersyukur diberi kesempatan gagal oleh-Nya. 
Karena, dari kegagalan kita banyak belajar tentang nilai-nilai kehidupan yang tak pernah diajarkan ketika kita duduk dibangku sekolah maupun perguruan tinggi.

Kita belajar, bagaimana mengikhlaskan sesuatu.
Kita belajar, bagaimana cara menghargai waktu agar tidak lagi terbuang sia-sia.
Kita belajar, bagaimana agar semangat di dalam jiwa tetap kokoh meski gagal telah menghampiri.
Kita belajar, bagaimana caranya bersyukur.. bersyukur bahwa kita masih diberi kesempatan gagal oleh-Nya.

Teman.
Pun aku pernah berada di posisimu.
Sungguh, itu sangat menyakitkan. 
Bahkan aku sempat berprasangka buruk pada-Nya.
Menganggap bahwa Dia tak adil padaku,
Menganggap bahwa Dia tak sayang padaku,
Menanggap bahwa Dia berlaku kejam padaku.
Ah. 
Betapa dangkalnya pemikiranku pada saat itu.

Sungguh, padahal Dia adalah Dzat yang Maha Berkuasa.
Menjadikanku nomor satu? Itu hanya hal kecil bagi-Nya.
Namun, mengapa Dia tak menjadikan aku menjadi yang terbaik? 

Karena, jika aku dijadikannya yang terbaik, bisa saja aku bersikap pongah dan bangga terhadap diri sendiri.
Padahal sungguh, semua kemampuan yang kumiliki ini adalah dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya jua.
Bahkan, bisa saja aku bersikap acuh dan kembali lalai pada-Nya.
Astaghfirullah..

Dia memang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Kau ingat ayat ini?

Qs. Al-Baqarah : 216

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”

Satu pelajaran lagi yang dapat ku petik,
Bahwa Dia akan memberikan apa yang kamu butuhkan, bukan apa yang kamu inginkan.

Teman.
Ku harap, esok tak ada lagi tangis di pipi merahmu.
Tak ada lagi kesedihan menodai wajahmu.
Percayalah, bahwa akan ada rencana indah dari-Nya setelah ini.
Percayalah, bahwa Dia adalah sebaik-baiknya pembuat rencana. :)




Palembang, 15 Juli 2016.
Ditengah dingin yang menusuk qolbu.

Ttd.
Teman seperjuangan
Share:

Antara Usaha dan Percaya

Hari ini,aku medapat pemahaman baru mengenai "usaha" dan "rasa yakin/percaya"


Bahwa,apa yang ku lakukan selama ini telah menyimpang dari hakikat yang sebenarnya.
Apa yang ku yakini ternyata hanyalah sebuah ekspetasi belaka,dan berbanding terbalik dengan realita.



Aku terlalu yakin semuanya bisa ku lewati dengan baik-baik saja. 
Meski ada hambatan,aku tetap bisa melewatinya.
Aku terlalu yakin bahwa usaha yang telah ku lakukan sejauh ini sudah cukup baik.
Aku terlalu yakin bahwa mereka akan menolongku, nanti
Aku terlalu yakin bahwa Allah SWT akan membantuku nanti..
Parahnya lagi, aku juga terlalu yakin dengan kemampuanku sendiri...

Aku berasumsi bahwa akulah yang terbaik...
Aku terlalu meremehkan orang lain, menganggap bahwa aku yang lebih pantas diposisi itu, menganggap bahwa usahaku lebih jauh besar dari usaha orang lain, menganggap remeh kemampuan orang lain.
ah betapa bodohnya aku disaat itu!

Entah lupa diri atau terlanjur terlena dengan nafsu dunia, aku lupa bahwa masih ada Allah SWT yang lebih berhak diatas ketentuan-ketentuan itu.
Aku lupa,bahwa Allah SWT lah yang menentukan pantas atau tidaknya aku berada di tempat itu, bukan manusia hina seperti diriku ini. Yang dengan seenaknya menilai orang tanpa mau melihat lebih dalam lagi.

Siapalah aku?
Hanya manusia sombong yang terlalu percaya dengan kemampuannya, terlalu yakin akan usahanya.Cuih! Ingin rasanya diri ini ku maki habis-habisan. 

sumber gambar: www.kabarmuslimah.com

Aku tak percaya lagi akan teori percaya diri dan segala macam bentuk hipotesanya.Sebenarnya,aku juga tak bisa menyalahkan teori itu. 
Namun, rasa percaya diri yang melewati ambang batas tentu akan berakibat fatal. 
Rasa percaya diri yang berlebihan akan membuat kita berpotensi memelihara sifat ujub, yaitu sifat yang mengagumi diri sendiri, merasa bahwa kita memiliki kelebihan yang tidak orang lain punya, lupa bahwa kelebihan yang kita miliki sejatinya hanya milik Allah sahaja.

Betapa tidak tau dirinya aku pada masa itu.
Terlalu berlebihan menilai diri sendiri. 
Hey Ayu, memangnya kau siapa?

Aku tau,setiap insan pasti akan berusaha untuk menjadi yang terbaik. 
Namun,apalah sebuah arti usaha bila hanya untuk pengakuan sosial semata? 
Apalah arti usaha bila hanya berupa pelampiasan akan ekspetasi yang belum tercapai? 
Apalah arti usaha bila hanya untuk menjatuhkan orang lain? 
Berlomba-lomba menjadi yang terbaik dengan cara menyakiti orang lain? 

"Hey,bung! Ini bukan ajang kompetisi, juga bukan ajang mencari siapa yang paling hebat, tapi ini adalah ajang untuk mengenal ilmu, mengais ilmu, menemukan ilmu, mempelajari ilmu, dan menerapkan ilmu itu demi kemaslahatan bersama".

Ada kutipan yang mengatakan bahwa,"Majulah,tanpa menyingkirkan orang lain. Naiklah tanpa menjatuhkan orang lain. Dan berbahagialah tanpa menyakiti orang lain." 




Suatu usaha itu tak bisa hanya dilihat sekali. 
Tak bisa bila hanya ditengok ala kadarnya saja. 
Tak bisa bila hanya dinilai dalam kurun waktu 1-2 tahun. 
Usaha itu kita yang merasakan. 
Apakah usaha yang akan kita kerahkan itu harus berpeluh keringat? Atau usaha tersebut lebih memilih menguras otak untuk memikirkan hal-hal diluar logika? 
Apapun usaha yang dilakukan, tetaplah ingat bahwa itu adalah karunia yang Allah berikan padamu Bukan kamu yang mampu, melainkan Allah lah yang memberikan kemampuan tersebut kepadamu.


Palembang,17 Desember 2015.

Share:

Malam Juga Punya Cerita

 Aku lebih menyukai gelapnya malam dengan sinar rembulan

dibandingkan jingganya senja .


Sejatinya senja memang indah. Ia mampu membuat takjub

siapapun yang melihatnya. Ia dapat dengan mudah membuat

orang terpana karena keelokannya. Ia juga mampu membuat

para pujangga menuliskan puisi tanpa adanya aksara-aksara

puitis.


Berbeda dengan malam.

Malam memang tidak dapat dilihat. Tidak cukup indah ketika

dipandang. Apalagi bila bintang merajuk. Tentu langit akan

menjadi sepi.


Akan tetapi, sejuknya malam masih dapat dirasakan.

Gelapnya malam mampu membuat jiwa ini untuk merenung.

Kembali bermuhasabah diri.

Memikirkan apa yang telah terjadi selama ini. Semakin baik?

Atau justru semakin tidak terkontrol?

Mengevaluasi sikap dan perilaku terhadap sesama. Baik kah?

Atau semakin buruk?


Memikirkan serta mencari solusi terbaik untuk masalah yang

sedang dihadapi.

Dan tak jarang malam mengingatkan akan kenangan masa lalu.


Ah, lagi-lagi hati tidak mau berdamai jika membicarakan 'masa

lalu'. Bukan karena kenangan indahnya, namun karena jiwa ini

tak cukup kuat untuk kembali mengingat semua kenangan itu.


Gelap bukan berarti kelam.

Begitu juga dengan malam.


Ia memang tidak cukup elok bila dibandingkan dengan senja.

Namun, malam mempunyai makna yang lebih dibanding senja.

Hanya pada saat malam hari orang-orang dapat lebih banyak

memikirkan tentang dirinya, keluarga bahkan orang-orang yang

dikasihinya.


Ya, malam pun juga punya ceritanya sendiri. Dan aku, lebih

menyukai gelapnya malam dibanding jingganya senja.

Share:

Tentang Kamu

Ini tentang kamu, seseorang yang tiba tiba masuk dalam kehidupanku.

Ini tentang kamu, seseorang yang selalu dapat membuat aku tertawa dan membuat hidupku menjadi lebih berarti.

Ini tentang kamu, seseorang yang mau menerima aku satu paket dengan segala kekurangan yang aku punya.

Ini tentang kamu, seseorang yang Tuhan kirimkan padaku, entah sebagai nikmat yang harus aku syukuri atau malah menjadi ujian dalam kehidupanku.

Ini tentang kamu, laki laki asing pertama yang telah berani aku kenalkan pada papa.




Share: