Aku lebih menyukai gelapnya malam dengan sinar rembulan
dibandingkan jingganya senja .
Sejatinya senja memang indah. Ia mampu membuat takjub
siapapun yang melihatnya. Ia dapat dengan mudah membuat
orang terpana karena keelokannya. Ia juga mampu membuat
para pujangga menuliskan puisi tanpa adanya aksara-aksara
puitis.
Berbeda dengan malam.
Malam memang tidak dapat dilihat. Tidak cukup indah ketika
dipandang. Apalagi bila bintang merajuk. Tentu langit akan
menjadi sepi.
Akan tetapi, sejuknya malam masih dapat dirasakan.
Gelapnya malam mampu membuat jiwa ini untuk merenung.
Kembali bermuhasabah diri.
Memikirkan apa yang telah terjadi selama ini. Semakin baik?
Atau justru semakin tidak terkontrol?
Mengevaluasi sikap dan perilaku terhadap sesama. Baik kah?
Atau semakin buruk?
Memikirkan serta mencari solusi terbaik untuk masalah yang
sedang dihadapi.
Dan tak jarang malam mengingatkan akan kenangan masa lalu.
Ah, lagi-lagi hati tidak mau berdamai jika membicarakan 'masa
lalu'. Bukan karena kenangan indahnya, namun karena jiwa ini
tak cukup kuat untuk kembali mengingat semua kenangan itu.
Gelap bukan berarti kelam.
Begitu juga dengan malam.
Ia memang tidak cukup elok bila dibandingkan dengan senja.
Namun, malam mempunyai makna yang lebih dibanding senja.
Hanya pada saat malam hari orang-orang dapat lebih banyak
memikirkan tentang dirinya, keluarga bahkan orang-orang yang
dikasihinya.
Ya, malam pun juga punya ceritanya sendiri. Dan aku, lebih
menyukai gelapnya malam dibanding jingganya senja.