Tampilkan postingan dengan label Journal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Journal. Tampilkan semua postingan

Jatuh

 Jatuh?

Tidak apa apa.

Semua orang pernah terjatuh.

Yang membedakan hanyalah waktu serta cara mereka agar

dapat bangkit kembali.


Jatuh?

Tidak apa apa.

Layaknya bunyi hukum newton kedua bahwa F = m.a

Kalau kamu terjatuh itu menandakan bahwa kamu sedang

bergerak alias tidak melembam.


Jatuh?

Tidak apa apa.

Asalkan tidak terjatuh ke lubang yang sama.


Jatuh?

Sekali lagi, tidak apa apa.

Dengan terjatuh, maka kau dapat mengenal luka.

Lalu, setelahnya kau akan belajar bagaimana cara menata luka

seapik mungkin hingga rasa perih itu tak mampu untuk

berkecamuk kembali.


Jatuh?

Ayo bangkit kembali!

Share:

Bersemangatlah Dalam Meraih Mimpi

Aku tau.

Perjuangan ini tidaklah mudah.

Namun.

Menyerah bukanlah opsi terbaik untuk dipilih.


Ingat lagi seberapa besar pengorbanan yang telah kamu berikan untuk bisa sampai ke titik ini. 

Ingat lagi peluh keringat yang telah kamu keluarkan hingga kamu bisa seperti sekarang ini. 

Ingat lagi bagaimana perjuanganmu dulu.


Jika kamu tidak memperjuangkan mimpimu.

Maka kamu akan memperjuangkan apa yang diimpikan oleh orang lain.

Share:

Asing

Selama ini aku sibuk menerka.

Tentang jarak yang terbentang di antara kita

Apakah kita akan tetap saling bersua.

Atau kembali menjadi asing yang tak saling menyapa?

Share:

Enam Puluh Lima Hari Terakhir di Penghujung Tahun



Bukan kamu yang kuat, tapi Allah yang menguatkan.

Bukan kamu yang hebat, tapi Allah yang menghebatkan.

Bukan kamu yang mampu, tapi Allah yang memampukan.

Dan dirimu bukan siapa-siapa, jika bukan karena rahmat-Nya yang menjadikan kamu manusia seutuhnya.

Allah, terima kasih sudah menguatkanku dan memberikan aku kesempatan hingga aku masih mampu bertahan hingga saat ini.

Allah, maafkan aku yang terlampau sombong, mengira bahwa akulah yang selama ini kuat. Padahal, jika bukan karena Kau yang memberikan aku nikmat berupa akal dan ruh, aku hanyalah  seonggok daging tak berguna.


***

Pagi ini, aku mencoba kembali membuka selembar kertas yang sudah mulai usang. Selembar kertas yang sering mereka sebut dengan 'resolusi'. Aku masih ingat, tulisan di kertas itu aku tulis pada Desember tahun 2019 silam, tepat satu hari menjelang pergantian tahun masehi. 

Aku masih bisa merasakan euforia kala itu. Saat aku menuliskannya dengan semangat yang begitu menyala dan ambisi yang menggebu-gebu. Aku tulis semua harapan dan target yang ingin aku capai pada saat pergantian tahun nanti. Aku ingin tahun 2020 menjadi lebih baik. Aku ingin tahun 2020 menjadi milikku. Aku ingin tahun 2020 berjalan sesuai dengan rencanaku. Aku ingin menjadi yang terbaik dari semuanya di tahun ini. Dan sepertinya, hampir semua orang memiliki resolusi yang sama sepertiku.

Namun, awal tahun ternyata menjadi duka bagi negeri yang menjadi tempat berpijakku saat ini. Bencana banjir melanda wilayah ibukota dan sekitarnya tepat pada tanggal 1 Januari 2020. Sebelumnya, memang sudah terjadi curah hujan tinggi yang melanda Kota Jakarta sejak tanggal 31 Desember 2019 sore. Rumah-rumah hancur terendam air. Mobil dan kendaraan lainnya hanyut terbawa arus. Anak-anak kecil menangis mencari ayah dan ibunya. Orang-orang dewasa berusaha menguatkan diri untuk mencari bantuan kesana-kemari. Benar-benar awal tahun yang begitu kelam dan menyedihkan. Ah, apa mungkin ini sebuah teguran dari Yang Maha Kuasa?

Lalu selanjutnya, mulai terdengar sayup-sayup berita mengenai virus yang belum ditemui obatnya dan menginfeksi hampir seluruh bagian dari penjuru dunia ini. Virus ini meski memiliki rasio kematian yang lebih rendah, namun ia bisa menjangkiti siapa pun hanya dalam seperkian detik saja. Virus ini kecil, bahkan tak bisa dilihat hanya dengan mata telanjang. Tapi virus ini bisa membuat panik dan cemas seluruh penduduk dunia. Virus ini dikenal dengan nama Virus Corona atau Virus COVID-19.



Akhirnya, pemerintah memberi salah satu solusi dengan menganjurkan masyarakat untuk berdiam diri di rumah. Ini bertujuan agar angka penularan COVID-19 tidak semakin meningkat. Toko-toko, pusat perbelanjaan, restoran, dan hampir semua tempat hiburan pun menjadi sepi karena orang-orang banyak yang takut untuk keluar rumah. Tingkat konsumsi pun menurun. Karyawan dan para pekerja menjadi cemas karena susah mencapai target. Ini menyebabkan adanya PHK dan pekerja dengan status unpaid leave dimana-mana. Beberapa perusahaan memilih tutup sementara sampai suasana menjadi kondusif kembali, bahkan ada yang tutup permanen karena tidak sanggup lagi membayar biaya operasional.

Aku sendiri sebelumnya di bulan Februari lalu mendapat pekerjaan baru sebagai seorang 'content creator' di sebuah kedai kopi yang lokasinya tidak terlalu jauh dari rumahku. Pekerjaannya memang tidak terlalu sulit karena tidak mengharuskan aku untuk stay di sana setiap hari, hanya saja aku harus menguras pikiranku agar mampu mengeluarkan ide-ide kreatif saat membuat konten. Namun, baru saja menikmati pekerjaan selama tiga bulan, aku sudah dirumahkan karena suasana yang semakin hari semakin tidak kondusif serta konsumen yang lebih banyak memilih untuk mengurangi jajan di luar. 

Hingga sampai detik ini, sampailah aku di enam puluh lima hari di penghujung tahun. Kembali aku merenung tentang apa saja yang telah aku lakukan selama 10 bulan terakhir untuk mencapai resolusi yang sudah aku tuliskan di akhir tahun silam. Apakah tahun ini sudah aku lewati dengan cukup baik? Bagaimana dengan resolusi yang kemarin sudah dituliskan? Apakah aku sudah menjadi lebih baik dari diriku di tahun 2019?

"Tahun ini, diberi kekuatan dan kesempatan untuk bertahan hidup saja aku sudah bersyukur. Tahun ini mungkin menjadi tahun yang sulit dan penuh duka. Bencana ada dimana-mana. Musibah demi musibah datang menguji tak kunjung henti. Waktu berlalu begitu cepat. Bahkan aku tak sadar kalau aku sudah berada di enam puluh lima hari di penghujung tahun."

***

Hanya enam puluh lima hari lagi tersisa sebelum pergantian tahun menuju 2021. Ada beberapa target yang tidak bisa diselesaikan. Juga ada beberapa rencana yang gagal untuk disegerakan. Tidak mengapa. Tidak semua list dalam resolusi harus tercapai saat itu juga, kan? Dari sini, aku kembali belajar tentang bagaimana menerima. Iya, belajar untuk menerima semua takdir yang telah Allah tetapkan bagi setiap hamba-Nya. Takdir yang mungkin tidak sesuai dengan harapanku, tapi bagi Allah itulah yang terbaik. Aku hanya berusaha semampu yang bisa aku lakukan. Bagaimana akhirnya, biarlah Allah yang menentukan.

Enam puluh lima hari di penghujung tahun ini, aku hanya ingin mengucap syukur lebih banyak lagi. Aku sadar, semua musibah dan pesakitan yang aku rasakan, tidak sebanding dengan semua nikmat yang sudah Allah berikan. Tidak seharusnya aku mengeluh dan terus mempertanyakan, "Mengapa Allah memberi ujian ini kepadaku?"

Seharusnya aku sadar, bahwa Allah hendak menguji keimananku ketika ia melimpahkanku musibah dan kesulitan di dunia. Ah, bukankah dunia hanya tempat persinggahan sementara? Bukankah dunia memang tempatnya untuk bersusah payah? Begitu kata salah seorang teman yang pernah mengingatkanku.

Enam puluh lima hari di penghujung tahun ini, aku hanya ingin lebih dekat dengan orang-orang yang menyayangiku. Dengan keluargaku, teman-temanku, sahabat-sahabatku, dan orang-orang yang mengasihiku. Kadang, karena terlalu sibuk bekerja ataupun kuliah, aku jadi tak punya waktu cukup banyak pada orang yang mengasihiku. Lagipula, aku tidak tau berapa lama lagi aku bisa menikmati waktu bersama mereka. Aku juga tidak tau berapa lama mereka akan tetap berada di sampingku. Aku sadar, semakin bertambah usiaku, semakin menua pula papa dan mamaku. Aku tidak tau kapan kematian akan menjemputku atau menjemput mereka, apalagi saat ini sedang ada pandemi yang melanda seluruh dunia. Aku hanya ingin menikmati hidup bersama mereka, orang-orang yang mencintaiku tanpa alasan.

Enam puluh lima hari di penghujung tahun ini, aku ingin berusaha mengembalikan ambisi dan semangat yang dulu pernah menggebu-gebu. Aku memang pernah melakukan suatu kesalahan, tapi bukan berarti aku lantas berdiam diri dan bermuram durja saja sepanjang hari.

Hanya karena merasa insecure, aku tidak boleh mengubur potensi diri yang sudah Allah berikan. Seharusnya aku menyadari bahwa tiap manusia sudah Allah berikan kelebihan dan kekurangan, tidak bisa disamakan antar satu sama lain. Mungkin, aku memang bodoh di suatu bidang, tapi bukan berarti aku tidak punya kesempatan untuk punya masa depan, kan?

Enam puluh lima terakhir di penghujung tahun ini, aku ingin melewatinya dengan lebih baik daripada tiga ratus hari yang sudah dilalui. Bismillah....

Share:

Aku ingin

 Aku ingin bersama dengan seseorang yang bersedia menerimaku

satu paket dengan segala bentuk kekurangannya.


Aku ingin bersama dengan seseorang yang bersedia membantu

dan membimbingku untuk dapat menjadi lebih baik tanpa harus

mengubah jati diri yang aku miliki.


Aku ingin bersama dengan seseorang yang dapat mencintaiku tanpa jeda dan tanpa karena

Share:

Invisible Love

 Adakah cinta yang lebih tulus dibanding cinta kepada orang yang bahkan tidak pernah kita temui sebelumnya? 

Adakah cinta yang lebih romantis dibanding cinta kepada orang yang bahkan tidak pernah kita ajak bersua?

Inilah level tertinggi dari sebuah kata cinta. 

Ketika kita ikhlas mencintai sesuatu yang tidak pernah kita lihat karena alam yang kita huni berbeda.

Kamu adalah orang yang telah mengajariku untuk berada di level itu, dik.

Dunia begitu indah, tapi, takdirmu justru berkata lain. 

Andai sajakamu ada di sini, tentu aku tak perlu bersusah payah mencari teman untuk berkeluh kesah. 

Kita akan menghabiskan banyak waktu layaknya dua saudara perempuan dengan sangat akrab.

Membicarakan betapa susahnya pelajaran matematika, misalnya.

Atau mengobrol tentang buku buku terbitan baru.


Bagaimana kabarmu saat ini, dik? Sering aku merindukanmu, terutama saat purnama hadir menyapa. 

Rindu mengakar sangat kuat bahkan disaat kita tidak pernah bertemu sekalipun.


Mungkin saat ini kamu sedang menyaksikan aku sedang menulis untukmu. 

Meski aku tidak bisa melihatmu, tapi aku bisa merasakan kehadiranmu di sini.


Terima kasih dik karena kamu telah banyak menguatkan aku untuk melewati masa masa sulit. 

Terima kasih telah hadir dalam mimpiku dan bersedia mendengarkan cerita cerita konyolku.

Percayalah, suatu saat semesta akan merestui pertemuan kita.

Share:

Pilihan Untuk Bahagia

 Orang yang berbahagia tidak pernah mencari kebahagiaannya

hingga ke ujung dunia. Orang orang yang berbahagia memahami

bahwa bahagia adalah suatu pilihan dan kita harus senantiasa

menyambut kedatangan mereka.


Banyak orang yang mengeluh tak pernah hidup bahagia. Selalu

saja ada masalah yang menghampiri. Mereka lebih memilih untuk

tenggelam dirundung nestapa daripada bergerumul dengan

kebahagiaan. Mereka tidak pernah merasakan bahagia karena

mereka tidak pernah memilih kebahagiaan hadir dalam

kehidupan mereka.


Tak apa jika kamu ingin sesekali mengeluh. Membuktikan bahwa

kamu adalah manusia yang masih dapat merasakan emosi, bukan

sebuah robot tanpa perasaan. Tapi jangan terlalu lama

tenggelam dalam keluhan karena hanya akan menambah luka

sukma. Cobalah untuk mengambil sisi positif dari setiap masalah

yang kita hadapi. Bukankah semesta telah mengajari kita bahwa

hidup tak selalu berwarna putih. Akan ada belasan warna yang

menghiasi kehidupan kita.

Share:

Sesungguhnya Ia Sedang Tidak Baik Baik Saja

 Jiwanya sakit.

Tapi tidak dengan senyumnya.


Di lain waktu, ia menangis.

Di lain waktu, ia tertawa bahagia.

Kondisi emosionalnya cepat berubah seiring detik waktu

berjalan.

Acapkali terkesan baik baik saja, padahal nelangsa menunggu di

ujung pintu.


Hati hati.

Orang orang seperti ini mungkin saja berada di dekatmu.

Boleh jadi ia adalah sahabat dekatmu.


Jangan menanggap ia tidak apa apa.

Karena sesungguhnya, ia sedang tidak baik baik saja.

Share:

Perihal Memilih dan Bertahan

 

Semua orang dapat memilih.
Tapi, tidak semua orang dapat bertahan pada pilihannya.



Seringkali kita merasa bangga pada pilihan yang kita pilih.
Hingga pada akhirnya, waktu kembali mempertanyakan "Apakah kau yakin pada pilihanmu?"

Keraguan itu kembali menyeruak tatkala resah menghampiri.
Ingin kembali mundur lalu menyerah, hanya saja teringat pada masa masa berjuang dulu.
Hei, apakah hanya sebatas sini saja buah hasil dari pengorbananmu dahulu?


Aku tak mau menggadaikan senyum mama.
Aku juga tak ingin menyia-nyiakan pengorbanan yang telah papa lakukan.
Namun, aku juga tak bisa membiarkan diri ini menapaki jalan yang tak jelas.
Aku tak rela jika nestapa yang akan menjadi akhir dari semua ini.

Lalu, aku harus bagaimana?


Palembang, 15 September 2018
Share:

Dear Myself

Dear myself...

Apa kabarmu?

Apa yang sedang kamu lakukan saat ini?

Semoga kamu tetap melakukan kebaikan dan kebermanfaatan bagi sekitar.


Dear myself...

Masa depan telah menantimu.

Bersiaplah untuk segala risiko dan kemungkinan terburuk yang akan menyambutmu di depan sana.

Jalannya mungkin akan berliku dan dipenuhi batuan kerikil yang akan menghalangi jalanmu.

Jangan ragu untuk melangkah. Hadapi segala tantangan yang menghalau dirimu untuk menuju masa depan.

Karena dalam kehidupan ini, bukan seberapa besar tantangan yang kau hadapi, tapi seberapa besar keberanian yang kau miliki.


Dear myself...

Berjanjilah padaku untuk selalu berusaha dan berjuang dalam kehidupan ini.

Kau harus percaya, bahwa semua perjuanganmu akan indah tepat pada waktunya.

Apapun yang telah Allah tuliskan untukmu, semua akan berjalan sesuai dengan zona waktunya.


Dear myself...

Allah tidak menjanjikan apa yang kamu jalani dalam kehidupan ini berlangsung dengan mudah tanpa hambatan.

Share:

Selamat Datang Usia Duapuluhan

Saat ini, dirimu telah memasuki usia dua puluhan.

Usia yang sangat rentan apabila tidak segera disadari.

Usia yang sangat kental akan kegagalan dan penolakan.

Usia yang sangat akrab dengan semangat dan ambisi.


Pada fase ini, kita akan mulai memahami bahwa hidup bukan

hanya tentang memperjuangkan cinta yang tak pasti.

Ada mimpi yang menunggu untuk direalisasikan.

Ada potensi yang siap untuk diberdayakan.


Usia dua puluhan adalah waktu yang tepat untuk mengambil berbagai jenis risiko.

Usia dua puluhan adalah waktu yang tepat untuk mencari sebanyak-banyaknya pengalaman.


Untukmu yang saat ini akan atau telah menginjak usia duapuluhan,

Selamat mengarungi petualangan.

Share:

Sebuah Surat Untuk Masa Lalu

 Teruntuk diriku di masa lalu...


Terima kasih karena kau telah bertahan hingga sejauh ini.

Melawan segala tantangan dan rintangan yang menghadang di

depan mata. Menerobos segala keterbatasan yang kau punya.

Kau hebat lebih dari yang aku kira.


Apapun yang telah terjadi di masa lalu, ikhlaskan dan jadikan itu

sebagai sebuah pelajaran. Sejatinya masa lalu bukan untuk

disesali, melainkan untuk dijadikan bahan perenungan agar tidak

mengulangi kesalahan yang sama dalam melangkah.


Kau telah mengalami segala bentuk penolakan dan kegagalan.

Kau sangat sering diremehkan dan dianggap bodoh. Tak jarang,

kau juga direndahkan oleh orang orang di sekitarmu.


Jangan pernah berpikir untuk membalas semua perlakuan orang

yang menyakitimu. Itu hanya akan membuang waktu dan

tenagamu saja. Suatu saat nanti, waktu yang akan membuktikan

siapa dirimu sebenarnya. Hingga pada akhirnya, mereka akan

menyesal karena telah menganggapmu rendah.


Segala bentuk pengorbanan yang telah kau perbuat tentu akan

bernilai di masa depan. Segala bentuk lelah dan sakit yang kau

rasakan akan terlihat dampaknya nanti di masa depan.


Cara terbaik untuk berdamai dengan masa lalu adalah dengan

mengiklaskannya. Tentu kau pasti memahami bahwa

mengikhlaskan bukan berarti melupakan. Melainkan menerima

segala yang terjadi di masa lalu dan beranjak menjalani

kehidupan baru yang lebih baik.


Aku tau selama ini kau sering meragukan dirimu sendiri. Aku

tau selama ini kau sering tidak percaya pada kemampuanmu

sendiri. Aku tau selama ini kau seringkali takut ketika mengambil

suatu keputusan. Aku tau.


Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. 

Kau sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik. 

Kau sudah berupaya agar yang terjadi baik baik saja. 

Tapi, kehidupan tak selalu berjalan baik. 

Tidak semua kejadian dalam hidup ini terjadi sesuai dengan rencanamu.


Apapun yang terjadi, baik yang telah maupun yang akan, tentu

terjadi karena suatu alasan. Tanpa adanya pengalaman, kau tidak

akan tumbuh. Tanpa adanya kegagalan, kau tidak akan pernah belajar. 

Semua pengalaman itu akan mengajarkanmu untuk

menjadi pribadi yang lebih kuat dalam mengarungi kehidupan.

Semua pengalaman itu akan mendewasakanmu.


Jangan pernah menyerah sekalipun badai yang menghadang.

Ketika kau ingin menyerah, ingatlah sudah seberapa jauh jalan

yang kau tempuh hingga sampai saat ini. Ingatlah kali pertama

saat ambisimu menyala-nyala hingga tak ada satu orang pun yang

dapat menghentikanmu.


Terakhir, ingatlah selalu bahwa aku mencintaimu. Siapa lagi yang

akan mencintaimu selain dirimu sendiri? Belajarlah untuk

mencintai dirimu dulu sebelum mempersembahkan cinta pada

orang lain.


Sekali lagi, ku ucapkan terima kasih untuk diriku di masa lalu.

Mulai saat ini, aku akan berhenti meratapi dan siap untuk

menjajaki masa depan.

Share:

Surat Untuk Diriku di Masa Depan



Cobalah untuk menarik nafasmu sejenak. Lihat sekelilingmu saat ini. Dimanakah kamu berada?

Dimanapun itu, aku yakin kamu telah banyak menghadapi tantangan hingga mampu membuatmu menjadi seperti sekarang ini.

Sekarang kamu telah paham bukan mengapa dulu kamu mengalami begitu banyak kegagalan dan penolakan. Semua terjadi karena Tuhan menginginkan kamu untuk belajar melalui cara yang telah Ia tentukan.

Kau mengerti bahwa resep meraih impian hanya satu; memulai apa yang telah direncanakan. Seperti layaknya sebuah perjalanan dengan jarak berjuta-juta mil, pasti selalu diawali dengan langkah pertama.

Aku tau bahwa kau telah meraih banyak impianmu saat ini.

Pesanku, jangan lupakan mereka, orang orang yang berada di sampingmu saat kau masih berada di bawah. Habiskan waktumu bersama dengan orang orang yang kau cintai. Katakan bahwa kau mencintai mereka. Ucapkan terima kasih dan berjanjilah

untuk selalu membantu mereka ketika berada dalam kesulitan.

Jangan lupa bahwa kau juga harus selalu bersyukur pada Tuhan.

Bersyukur karena Ia telah menguatkanmu untuk menghadapi

segala tantangan yang kau hadapi.


***


Teruntuk masa depanku.

Aku tau jalannya pasti akan berliku.

Mungkin saat itu sebagian orang akan

meninggalkanku.

Tapi aku tau bahwa Allah tidak akan pernah pergi dariku


Akan aku hadapi.

Akan aku lewati.

Asal ada Allah yang membersamai.

Aku pasti kuat untuk menjalani.

Share:

Menjadi Kuat

 Tidak ada pilihan lain.

Selain memilih untuk menjadi kuat.

Dan berusaha menapaki apa yang telah Allah takdirkan.


Sekeras apapun orang mencoba untuk menguatkan.

Kalau diri sendiri saja tidak pernah yakin.

Bagaimana bisa?


Jadilah kuat.

Bukan karena orang lain

Tapi karena dirimu sendiri

Karena itu senjata terhebat yang kamu miliki.


Rintangan tersulit telah kamu lewati.

Selamat!

Saatnya bergegas untuk kembali membuka cerita baru.

Share:

Teruntuk Masa Depanku


​Teruntuk masa depanku.

Aku tau jalannya pasti akan berliku.

Mungkin saat itu sebagian orang akan

meninggalkanku.

Tapi aku tau bahwa Allah tidak akan pernah pergi dariku.

 

Akan aku hadapi.

Akan aku lewati.

Asal ada Allah yang membersamai.

Aku pasti kuat untuk menjalani.

Share:

#Being20: Welcome To The Jungle!

 



Dear Aku...


Sudah sekitar 6-7 bulan ini aku berada dalam fase yang membuatku lelah. Selama itu pula, aku berjuang untuk mencari jawaban atas segala pertanyaan yang belum terjawab.

Tahun 2019 ini menjadi tahun krusial bagiku karena tahun ini, siap tidak siap, mau tidak mau, aku kan menapaki fase awal usia duapuluhan. Kepala dua. Begitu katanya.

Apakah aku sudah benar benar dewasa? 
Apakah aku sudah mengenal diriku sendiri?
Apa yang akan terjadi di masa depanku nanti?
Apakah aku telah mengambil keputusan yang tepat?

Berbagai pertanyaan muncul dan sangat mengganggu. Berbagai perasaan turut aku rasakan. Takut, cemas, jenuh, capek, marah bercampur jadi satu. Rasanya aku tak bisa tersenyum lagi saat itu. Semua keceriaan yang aku tampilkan hanyalah sandiwara belaka. Aku tersiksa dengan keadaan ini.

"Aku capek."

Cuma itu yang bisa aku katakan ketika beberapa teman menanyai keadaanku. Nyatanya, aku memang benar-benar capek. Capek fisik dan batin yang melebur jadi satu.

Tekanan datang dari sana sini. Tuntutan dari keluarga, orang tua, teman, organisasi hadir secara serempak. Masalah datang bertubi-tubi. Semua sibuk menyalahkan. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Menyedihkan, saat itu rumah juga bukanlah tempat terbaik untuk pulang dan kembali.

6-7 bulan lamanya aku berusaha untuk pulih dan bangkit kembali. Mencoba untuk mencari kembali arti kehidupan. Mencoba untuk kembali merekatkan apa yang telah retak. Mencoba untuk berbicara jujur dengan hatiku sendiri. Mencoba untuk berdamai dengan semua yang menyakitkan.

Selama itu pula, aku belajar untuk berbicara jujur dengan diri sendiri. Belajar untuk menerima dan mencintai diri. Belajar untuk selalu bersyukur meski keadaan pantas untuk ditangisi. Juga belajar untuk memahami diri sendiri.

Saat itu aku belajar untuk mengerti. Mengerti bahwa hanya aku yang tau bagaimana diriku. Aku yang tau apa mau diriku, bukan orang lain. 


Rasa sakit yang aku rasakan sejatinya berperan sebagai amunisi awal untuk mengukir sebuah kisah di fase duapuluhan. Jalannya tentu tidak mudah, tapi bukan berarti tak mampu dilewati. Selagi ada keluarga dan sahabat yang mendampingi, semua pasti bisa dijalani.

Teruntuk semua orang yang telah memberi dukungan, terima kasih untuk segala cinta dan kasih yang telah diberi☺️
Share:

Perihal Luka yang Tak Kunjung Aku Mengerti

Kamu pernah merasakan terluka yang sangat mengganggu pikiran kamu? 

Kamu pernah merasakan terluka hingga kamu tidak mampu mendefinisikan lagi bagaimana rasanya?

***

Setiap manusia pasti pernah merasakan lelah secara emosional tak terkecuali aku dan juga kamu yang sekarang sedang membaca tulisan ini. Perasaan lelah tidak hanya dapat menyerang fisik, tapi juga dapat menyerang batin seseorang. Memang benar, hidup tak ayalnya seperti roller coaster. Kadang bahagia, kadang bersedih. Sesekali berada di puncak, sesekali berada di bawah. Sesekali menjadi pemain, sesekali menjadi pengamat. 

Tak banyak yang bisa menebak dengan tepat apa penyebab dari lelah emosional yang acapkali kita rasakan. Beberapa orang mengatakan, hal itu terjadi karena kita terlalu lelah dengan aktivitas yang sedang kita jalani. Fisik kita yang sudah terlalu over dalam melakukan aktivitas akhirnya berimbas kepada pikiran dan jiwa kita. Tapi, semua itu tidak melulu disebabkan karena over-activity. Siapa yang menyangka? Bisa saja hal itu terjadi karena terdapat secuil luka batin yang telah lama terpendam dan berefek dengan kehidupan yang sekarang sedang dijalani.


***


Hari ini aku tidak masuk kuliah lagi. Tak terhitung berapa kali aku sudah bolos kuliah entah karena memang berhalangan hadir atau karena disengaja. Ingin sekali rasanya aku mengatakan bahwa aku memang sedang sakit. Bukan sakit fisik, melainkan batinku yang sedang meraung sakit.

Ah, tapi apa perduli orang-orang itu terhadap sakit yang berhubungan dengan batin seperti ini? Atau yang sering mereka anggap sebagai sakitnya orang gila. Ya, jika aku katakan aku sedang gila, mereka juga tidak akan peduli. Persetan dengan mereka yang menganggap orang dengan luka batin adalah orang yang gila, atau orang yang mentalnya lemah. Aku tidak peduli.

Aku tidak mengerti. Yang aku tau, batinku selalu merasa perih jika membahas hal-hal sensitif seperti keluarga dan juga cinta. Dua hal yang aku sangat berarti dalam hidupku sekaligus dua hal yang selalu hampir membunuhku.

Andai Allah tidak menguatkanku, mungkin aku sudah tidak ada lagi di muka bumi ini. 

Seringkali aku merasa lelah. Bukan lelah fisik, melainkan lelah secara emosional. 

Sulit rasanya mendeskripsikan bagaimana rasanya lelah emosional. 

Perasaan tidak berharga, tidak percaya pada diri sendiri, cemas, hingga merasa insecure terhadap lingkungan sekitar. Perasaan insecure ini sering aku rasakan terutama ketika berada di keramaian, di kampus, dan ketika aku sedang mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan manusia. Fyi, rasa insecure ini baru aku rasakan ketika akhir tahun 2018 ini.

Menjadi mahasiswa membuatku lebih jauh memandang tentang sikap dan karakter seseorang. Aku tidak tau bahwa ada orang yang tega berbicara kasar kepada temannya bahkan tak sungkan untuk membentak dengan kasar. Ada juga orang yang tega menyakiti rekan yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri. Tanpa pernah ada rasa bersalah dari orang tersebut. Tanpa pernah ada kata maaf dan menganggap bahwa perbuatannya dapat dibenarkan dan dapat dimaklumi. Pun jika meminta maaf terdengar tidak ikhlas. Aku rasa batinku masih mampu membedakan antara mereka yang tulus dan mereka yang hanya 'sekadarnya' saja. Entahlah, aku tak mengerti.

Bukan hanya itu saja, rasa trauma terhadap masa lalu turut mempengaruhi bagaimana kondisi emosionalku saat ini. Apa yang aku alami dan aku rasakan di masa lalu masih terekam sangat jelas. Masa-masa ketika aku ingin kabur dari rumah saat usia lima tahun dan akhirnya terealisasikan saat aku berumur 11 tahun (kurang lebih kelas VI SD) meski pada akhirnya aku harus dijemput pulang karena saat itu pun kondisinya aku tidak memiliki uang untuk bertahan hidup. Aku memang cukup nekat untuk melakukan hal-hal seperti ini.

Apakah hanya cukup sampai disitu? Oh, tidak sayang. Sampai saat ini pun aku masih memiliki pikiran untuk tidak tinggal di rumah. Bahkan dulu motivasiku ingin kuliah di luar kota adalah karena aku tidak ingin lagi berada di rumah. Tapi ternyata Allah belum memberi izin jua.

Ada lagi hal yang tidak aku pahami. Aku tidak mengerti. Sedari aku SD hingga SMA, aku sangat aktif dalam kegiatan organisasi maupun sosial. Awal-awal masa perkuliahan pun aku masih semangat mengikuti organisasi. Tapi semangat itu hilangketika di penghujung tahun 2018. Rasa-rasanya energiku habis dan tidak memiliki daya lagi untuk mengikuti kegiatan organisasi. Bahkan, untuk bertemu dengan orang pun aku harus berusaha mengumpulkan energi terlebih dahulu.

Aku juga menjadi tidak percaya lagi terhadap cinta. Untuk apa adanya cinta jika harus berujung kecewa? Jangan berjanji dapat membersamai jika komitmen saja tidak sanggup dipenuhi. Apakah laki laki memang selalu begitu? Menjanjikan sesuatu yang bahkan mereka sendiri tidak tau apakah mereka bisa menepatinya atau tidak. Memberi janji janji manis dan kata cinta tetapi pada akhirnya memilih bersama yang lain. Apakah aku tidak cukup baik atau memang kamu yang tidak pernah menganggap keberadaan diriku?

Aku mencoba untuk mengisolasi diri. Selama masa pengisolasian itu, aku menutup erat diriku rapat-rapat. Aku tidak ingin tau dengan urusan orang sebagaimana aku juga tidak ingin mereka tau dengan urusanku saat ini. Aku menutup akses komunikasi dengan sebagian orang. Aku benar-benar merasa bahwa aku bukan 'aku' yang dulu pernah ada.

Beberapa kali aku berpikiran untuk mengakhiri saja hidup kalau memang harus seperti ini. Tapi, aku bersyukur karena Allah menguatkan aku untuk tidak melakukan perbuatan yang sangat dibenci agama tersebut.

Jika kamu bertanya apa alasannya, aku tak mengerti. Aku tak paham mengapa aku bisa seperti ini. Mungkinkah karena perlakuan menyakitkan yang aku terima dan aku pendam, akhirnya terakumulasi menjadi satu hingga membunuh karakterku? Aku tak mengerti, teman.

Jika kamu berkata bahwa aku salah, ku akui aku memang salah. Aku salah jika selalu menyalahkan keadaan dan mengutuk diri sendiri. Aku salah jika selalu mengurung diri dan tak mencari solusi. Aku salah jika aku tidak bergerak dan hanya memasrahkan diri pada keadaan. Aku salah.

Karena itu aku mencoba untuk lepas dari perangkap beracun ini. Aku ingin lepas dari semua hal yang menyebabkan luka ini menyeruak. Aku ingin berdamai dengan masa lalu. Aku ingin berdamai dengan diriku sendiri. Aku ingin memaafkan semua hal yang menyakitkan. Aku ingin bahagia.

Aku mencoba untuk kembali mencari potongan diriku yang hilang. Aku mencobauntuk menemukan diriku seutuhnya. Aku mencoba menjadi 'aku' yang dulu pernah ada. Aku mencoba dan terus mencoba. Aku ingin karakter 'aku' yang dulu kembali. Bukan yang sekarang.

Tidak lagi di komunitas, organisasi atau apapun itu karena besar kemungkinan ada trauma yang terkubur di dalam sana dan karena aku juga ingin mencari pengalaman baru. Maka, aku mencoba masuk ke dunia pekerjaan. Masuk ke dunia yang katanya harus mampu bersikap lebih profesional. Lalu, aku kembali mencoba membangun lingkaran pertemanan yang baru. Apakah aku dapat diterima? Apakah aku akan cocok masuk ke dunia yang cukup baru ini? Aku tidak tau. Aku hanya sedang mencoba pulih dengan cara menyibukkan diri. Meleburkan diri ke dalam kegiatan yang positifdengan harapan aku dapat menemukan potongan diriku yang hilang entah kemana.

Mengapa tak mencoba pergi ke psikolog?

Mengapa tak meminta bantuan pada mereka yang sudah profesional di bidang ini?

Pergi ke psikolog adalah rencana yang tak kunjung aku realisasikan. Pertama, keterbatasan akses akan informasi dimana psikolog yang terdapat di kotaku membuatku jadi bingung harus dimana aku mencari mereka. Kedua, pengobatan menggunakan bantuan profesional sudah pasti membutuhkan budget yang lebih dan tidak murah.

Pergi ke psikolog juga upaya untuk tidak melakukan self diagnose. Akan lebih baik jika semuanya dikonsultasikan kepada yang lebih ahli. Lagipula, melakukan self diagnose tidak baik karena bukannya semakin pulih, yang ada malah kita semakin 'sakit' karena telah men-judge diri dengan diagnosa yang tidak-tidak.


***


Dapat menulis sampai sini saja aku perlu menghabiskan banyak energi dan juga waktu. Tidak semua mampu aku tuliskan bukan karena aku tak bisa,tapi karena aku tak cukup mampu membuka kembali kisah lama itu.

Dari tulisan ini, aku ingin kita semakin aware dan peduli terhadap mental health. Banyak orang yang salah kaprah terhadap kesehatan mental. Menganggap bahwa orang yang memiliki luka batin ataupun orang yang kesehatan mentalnya sedang tidak baik-baik saja adalah orang yang lemah, orang yang tidak kuat iman, ataupun orang gila. Jika kamu tidak mampu membuat suasana menjadi lebih baik, setidaknya jangan menjadi pengacau. Jika kamu tidak mau memberi dukungan, maka diam lebih baik. Jika kamu merasa jijik, silakan pergi dan enyahlah saja.

Aku meminta maaf karena terlalu banyak kesalahan yang aku perbuat. Bisa saja aku sedang menuai apa yang aku tanam kemarin. Tapi, bagaimana jika aku tidak pernah berbuat hal yang menyakitkan kepada orang lalu orang tersebut malah berbuat hal yang menyakitkan kepadaku? Ah, sudahlah. Aku tak punya daya untuk melawan. Aku cuma manusia lemah yang mudah rapuh diterjang badai. Biarlah Allah yang membalas. Biarlah Allah yang menegur. Karena hanya Allah sebaik-baiknya Hakim di seluruh jagat semesta ini. Tidak ada unsur untuk menyinggung atau menyindir pihak manapun. Sekali lagi, aku hanya ingin bercerita tentang hal yang selama ini selalu menganggu pikiran dan konsentrasiku. Permohonan maaf dariku sekali lagi. 

Doakan aku agar lekas pulih kembali.


Salam,

Aku yang merindukan 'sosok aku' yang dulu.

Share:

#SebuahMemoar: Katamu, "Bukan Diet, Tapi Pola Hidup Sehat"

 



Aku masih ingat saat itu. Sore hari tepatnya kali pertama kita bertemu. Kamu langsung mengajakku untuk makan di tempat ini sesaat setelah kamu menanyakan apakah aku lapar atau tidak. Ku pikir karena perutku sudah merintih, aku langsung mengiyakan.

Kita masuk ke tempat itu dan duduk sembari melihat lihat menu makanan. Ada ayam goreng, nasi goreng, ayam bakar, soto, dan lain sebagainya. Aku sempat ragu karena menu makanan di sini termasuk dalam kategori makanan berat. Kamu yang seolah bisa membaca jalan pikiranku akhirnya berkata, "Makan saja apa yang kamu ingin makan." 

"Hm, aku tidak ingin makan nasi sepertinya."

"Kenapa? Jangan bilang kalo kamu lagi diet."

"Gak boleh ya kalo aku lagi diet?"

"Bukan gitu. Aku cuma gak suka kamu diet. Kalo memang kamu lapar, makan aja. Yang perlu kamu lakuin itu bukan diet, tapi pola makan hidup sehat. Udah, sekarang kamu pesen terus makan."

Akhirnya, aku langsung memesan makanan karena dua alasan; satu, aku lapar. Dua, kamu satu satunya orang yang menyuruhku untuk tidak diet dengan menyiksa diri untuk tidak makan.

Sekarang, tidak ada lagi yang mengingatkan aku tentang pentingnya pola hidup sehat. Mungkin sudah saatnya aku belajar untuk mengingatkan diri sendiri apalagi saat ini kamu telah pergi dan hilang entah berada di planet mana. Mungkin saturnus, jupiter, atau bahkan pluto? Ah, persetan semua itu. Aku cuma mau tau kabar kamu saat ini. Titik. 
Share:

Tentang Mereka Yang Datang Dan Pergi

Akan selalu ada yang datang dan pergi. Pada akhirnya, kita harus terbiasa dengan kesendirian yang kita miliki. Tidak semua orang dapat meluangkan waktunya untuk kita. Pun, tidak semua orang dapat selalu ada di samping kita. Inilah kenyataan hidup yang harus kita terima,

Kita tidak bisa menyalahkan mereka yang datang dan pergi. Karena memang tidak ada yang abadi di dunia ini. Semua akan sirna tepat ketika waktunya telah tiba.

Semua orang akan datang dan pergi. Jangan pernah menyesali pertemuan yang telah ditakdirkan. Mereka yang datang dan pergi telah megajarkan kita untuk tidak pernah berharap pada manusia yang fana.

Jangan menyalahkan mereka yang datang lalu kemudian pergi.

Semua orang yang kita temui pada akhirnya akan pergi dari kehidupan kita saat waktunya telah tiba.

Share:

Kenangan

Aku tidak akan pernah berusaha melupakanmu.

Juga kenangan yang telah tercipta di antara kita.

Aku hanya akan menyibukkan diri pada banyak kegiatan yang bisa membuat kenangan akan kita tenggelam jauh didasar sanubari.

Hingga sampai suatu masa kenangan itu akan muncul kembali ke permukaan, pada saat itulah aku akan kembali mengenang kenangan itu.

Entah itu bersamamu atau bersama orang lain yang telah Allah rencanakan.



Share: