Seandainya keharmonisan itu bisa dibeli
Aku ingin membelinya satu paket bersama ketentraman.
Namun itu tak mungkin terjadi.
Karena aku tak pernah menemukan suatu keadaan dimana uang
dapat ditukar dengan hal semacam itu.
Tapi mengapa kebanyakan orang dewasa selalu menjadikan
materi sebagai tolok ukur kebahagiaan?
Mengapa?
Apakah mereka lupa, bahwa kebahagiaan itu sejatinya datang
dari rasa syukur serta hati yang ikhlas, bukan dari hati yang
selalu dihiasi dengan prasangka buruk.
Aku hanya tak benar benar menyangka, bahwa dari uang bisa
menimbulkan pertengkaran hebat.
Dari uang bisa menimbulkan rasa permusuhan, tak pandang
apakah dia teman atau bahkan keluarga sendiri.
Tak ada gunanya aku mermahtkan perihal uang,
Aku belum cukup dewasa untuk mengerti masalah ini.
Aku hanya merindukan sesuatu yang telah lama pergi dari sini.
Ya, aku rindu akan keharmonisan dan sebuah rasa tentram.
Telah lama aku tak berjumpa padanya, kemanakah gerangan
engkau?
Apakah keharmonisan hanya sekedar teori di fisika?
Apakah keharmonisan itu hanyalah bayangan semu?
Teman-temanku, mereka bilang bahwa aku beruntung.
Mereka bilang bahwa aku bahagia.
Ku bilang bahwa mereka semua salah.
Mereka tidak mengenal aku.
Ibarat permen, mereka hanya tau aku dari kulitnya saja dan tak
tau apa yang ada di dalamnya.
Aku bingung.
Aku lelah.
Stress kian sering berkunjung.
Ingin rasanya ku berteriak.
Tapi aku percaya, Tuhan pasti akan selalu bersama hamba-
hambanya yang bersabar.
Atas izin-Nya, aku akan bersabar menantimu, wahai
keharmonisan.
Ku harap kau segera datang kesini, dan jangan lupa untuk
mengajak 'rasa tentram' singgah.
Ku tunggu kehadiranmu.