Judul : Merindu Baginda Nabi Penulis : Habiburrahman El-ShirazyPenerbit : RepublikaTerbit : April 2018Jumlah Halaman : 188 hlm.ISBN : 9786025734199
BLURB (GOODREADS)
***
“Hidup ini untuk berjuang. Berjuang supaya dekat dengan Allah. Jalan dekat dengan Allah itu bermacam-macam. Yang bermacam-macam itu muaranya akan satu, yaitu ridha Allah, selama ikut caranya Kanjeng Nabi. Semua cara yang tidak ikut caranya Kanjeng Nabi, tidak akan sampai kepada ridha Allah.”
***
Buku ini menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Dipah dengan berbagai ujian yang ia temui dalam kehidupannya. Dipah adalah seorang anak buangan yang awalnya ditemukan oleh seorang nenek tua bernama Embah Tentrem di tempat pembuangan sampah. Embah Tentrem tidak lama mengasuh Dipa. Setelah beliau meninggal dunia, Dipah akhirnya diasuh oleh Pak Nur dan Ibu Salamah yang selanjutnya ia panggil dengan sebutan Abi dan Ummi. Dipah diganti namanya menjadi Syarifatul Bariyyah yang selanjutnya dipanggil dengan nama Rifa. Sampai Rifa dewasa, ia tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Meski begitu, Rifa menjalani kehidupannya dengan bahagia bersama Abi dan Ummi angkatnya.
Sebelum meninggal, Mbah Tentrem sempat menitipkan rumahnya untuk diwakafkan kepada Pak Nur supaya bisa dikelola dengan tujuan merawat anak-anak terlantar lainnya seperti yang dialami oleh Rifa. Di bawah asuhan Pak Nur dan bu Salamah, rumah tersebut diberi nama Panti Asuhan Darus Sakinah dengan daya tampung lebih dari 100 anak.
Rifa termasuk siswi yang berprestasi di sekolahnya. Berkat kecerdasannya itu, Rifa berhasil mendapatkan kesempatan pertukaran pelajar ke Amerika dan tinggal di rumah keluarga Bill yang terletak di kawasan San Jose. Keluarga Bill punya anak bernama Fiona. Bersama keluarga Bill, Rifa banyak belajar tentang kehidupan di Amerika. Rifa diajak keliling Eropa selama 2 bulan dan Keluarga Bill bermaksud ingin membiayakan Rifa kuliah di Amerika. Namun, karena kecintaan dan kerinduannya kepada keluarganya di Indonesia, akhirnya Rifa memilih pulang dan menyelesaikan sekolah tahun terakhirnya disana.
"Tanpa dimulai dengan bismillah segala amal baik jadi sia-sia. Abah dan ummi saya mengajari itu sejak kecil. Ini doa paling mudah dan paling ampuh yg bisa kita amalkan untuk semua aktivitas positif..."
Sepulangnya Rifa dari Amerika, Rifa mendapat sambutan hangat dari teman-teman dan guru-gurunya di sekolah. Namun, ada satu teman Rifa bernama Arum yang ternyata iri melihat prestasi yang Rifa dapatkan. Arum selalu mencari cara agar Rifa dapat celaka. Dibantu dengan teman Arum bernama Tiwi yang ternyata suka berghibah, mereka mulai menyebarkan cerita hoax mengenai Rifa. Nah, disinilah salah satu letak pembelajaran novel ini. Sikap sabar yang dilakukan Rifa ketika menghadapi kelakuan Arum pun berbuah manis. Sedangkan Arum dan Tiwi? Mereka harus siap menerima konsekuensi dari perbuatan yang telah mereka lakukan.
Ada salah satu scene dalam buku ini yang menjelaskan tentang bertamu dan makanan. Kamu pernah gak waktu main ke rumah teman atau keluarga, lalu disuguhkan hidangan tapi gak kamu ambil lantaran malu? Nah, Kang Abik dalam buku ini mencoba memberi tahu bahwa hidangan yang ditawarkan kepada kita ketika bertamu, sebaiknya ya dimakan saja. Apalagi kalau makanan tersebut disajikan oleh orang-orang shaleh dan dari rezeki yang halal, bisa jadi tuh hidangan bakal jadi obat untuk tubuh kita. :)
Scene lain dalam buku ini yang aku suka adalah ketika Fiona, teman Rifa dari Amerika, memutuskan untuk masuk islam atau dengan kata lain menjadi muallaf setelah mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran. Aku membayangkan saat itu jika aku menjadi Rifa, melihat Fiona pertama kalinya mengucapkan syahadat, pasti rasanya bahagia tak terkira :")
Sebenarnya, isi novel ini tidak sama dengan apa yang aku perkirakan. Jauh dari ekspetasi. Aku kira bukunya tentang kerinduan seorang tokoh terhadap Nabi Muhammad SAW. Namun setelah aku baca, bukunya lebih mengisahkan tentang remaja perempuan dan kehidupannya sebagai anak yang berprestasi di sekolah bersama teman-temannya, keluarga angkatnya, dan guru-gurunya. Tokoh utamanya, Rifa, pun dibuat seolah-olah perfect dengan sedikit sekali kekurangan (atau bahkan tidak ada sama sekali). Tapi hal tersebut tidak mengurangi esensi dari buku ini, kok. Justru, banyak value yang bisa diambil ketika kita membaca buku ini.
Sesuai dengan kategori novelnya sebagai pembangun jiwa, Novel Merindu Baginda Nabi benar-benar mampu membangun jiwa melalui cerita tokohnya dan dialog yang ada di dalamnya. Membaca buku ini membuat aku jadi kepikiran, "Sudah sejauh apa aku membuktikan rasa cintaku pada Yang Kuasa dan Kekasih-Nya? Sudahkah aku meneladani akhlakul karimah dari Kekasih-Nya dalam kehidupanku sehari-hari?" Novel ini membuatku banyak bermuhasabah diri, pastinya :)