REVIEW NOVEL SELAMAT TINGGAL - TERE LIYE [NOVEL TENTANG BUKU BAJAKAN]

Judul : Selamat Tinggal 

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Terbit : November 2020

Jumlah Halaman : 360 hlm.

ISBN : 9786020647821

Score : 4/5




BLURB (GOODREADS)

Kita tidak sempurna. Kita mungkin punya keburukan, melakukan kesalahan, bahkan berbuat jahat, menyakiti orang lain. Tapi beruntunglah yang mau berubah. Berjanji tidak melakukannya lagi, memperbaiki, dan menebus kesalahan tersebut.

Mari tutup masa lalu yang kelam, mari membuka halaman yang baru. Jangan ragu-ragu. Jangan cemas. Tinggalkanlah kebodohan dan ketidakpedulian. “Selamat Tinggal” suka berbohong, “Selamat Tinggal” kecurangan, “Selamat Tinggal” sifat-sifat buruk lainnya.

Karena sejatinya, kita tahu persis apakah kita memang benar-benar bahagia, baik, dan jujur. Sungguh “Selamat Tinggal” kepalsuan hidup.

Selamat membaca novel ini. Dan jika kamu telah tiba di halaman terakhirnya, merasa novel ini menginspirasimu, maka kabarkan kepada teman, kerabat, keluarga lainnya. Semoga inspirasinya menyebar luas. 

***

"Ayo mari kita memperbaiki. Kita mulai dari diri kita sendiri, dari keluarga sendiri, esok lusa kita akan menyaksikan perubahan telah datang. Saat itu tiba, suara-suara kita akan membahana terdengar. Kepal tinju kita akan menggetarkan gunung-gunung. Percayalah." 


Sebagai fans garis keras dari pembaca Tere Liye, aku langsung memutuskan untuk membaca buku ini ketika masih awal-awal diterbitkan. Novel ini ternyata membawa tema khusus mengenai peredaran buku ilegal/bajakan. Nah, bagaimana kisah dari buku ini?

Selamat Tinggal berkisah tentang kisah hidup seorang penjaga toko buku bajakan bernama Sintong Tinggal. Sintong merupakan mahasiswa yang sudah 7 (tujuh) tahun mendekam di kampus akibat belum menyelesaikan tugas skripsinya. Sintong merupakan anak dari keluarga yang miskin. Oleh karena itulah, Sintong harus rela bekerja membantu pakleknya menjaga toko buku bajakan agar Sintong terus dapat melanjutkan pendidikan kuliahnya. Sintong akhirnya tak hanya dikenal sebagai mahasiswa abadi, tetapi juga sebagai penjual buku bajakan.


"Di toko yang dia jaga ini memang banyak logika yang tidak berlaku. Lihat saja, nama tokohnya Berkah, entah kesambet setan mana dulu pemiliknya punya ide nama tersebut. Di mana coba berkahnya ilmu yang diperoleh dari buku bajakan?" 

 

Buku ini memiliki tiga tokoh utama yakni Sintong Tinggal, mahasiswa abadi sekaligus perantau yang menjadi penjaga toko buku bajakan milik Pakleknya. Mawar Terang Bintang, gadis pujaan Sintong yang merupakan mahasiswa keperawatan di salah satu kota di Sumatra. Dan Jess, mahasiswa semester awal yang jatuh hati pada Sintong.

“Fantastis sekali, mereka belajar tentang hukum dari buku-buku bajakan. Hukum seperti apa coba yang hendak mereka tegakkan? Sapunya kotor kok mau membersihkan lantai?”

Dulu, ketika masih masa-masa bersekolah, Sintong memiliki teman sekaligus gadis yang menjadi pujaan hatinya bernama Mawar Terang Bintang. Singkat cerita, sejak Mawar Terang Bintang menikah dengan lelaki lain asal Sumatra, Sintong patah hati dan menjadi kehilangan semangat untuk meneruskan hidupnya. Skripsinya pun terbengkalai. Sintong dapat diibaratkan seperti mayat hidup yang hanya menjaga toko bajakan milik Pakleknya. 

"Setiap kita berharap mendapatkan sesuatu, maka bersiaplah melepaskannya. Karena di dunia ini, bahkan yang sudah jadi milik kita bisa hilang, apalagi yang belum."

Sampai suatu hari, ada seorang perempuan yang merupakan Mahasiswa Baru (MABA) bernama Jess datang berkunjung ke toko Sintong untuk membeli buku. Mereka terlibat dalam beberapa obrolan santai. Sintong pun mulai basa-basi menanyakan beberapa hal yang sebenarnya tidak penting. Dari sanalah mereka mulai dekat. Hadirnya Jess dalam hidup Sintong sangat membantunya untuk segera move on dari Mawar Terang Bintang.

Sintong Tinggal juga kembali bersemangat menyelesaikan skripsinya setelah menemukan sebuah buku karangan penulis besar yang telah dianggap hilang dalam sejarah literasi nasional bernama Sutan Pane. Buku itu ternyata belum diterbitkan dan merupakan versi pra-cetak. Buku itu diyakini sebagai salah satu dari lima karya misteri yang ditulis oleh Sutan Pane sebelum dianggap hilang pada peristiwa tahun 1965. Sintong akhirnya menjadikan Sultan Pane sebagai topik penelitiannya. Bermula dari pencarian jejak Sutan Pane, Sintong mendapatkan hal-hal baru yang belum pernah terpikirkan olehnya. Pencarian itu bukan hanya sekadar untuk menyelesaikan skripsinya, melainkan ia juga banyak belajar dari tokoh Sutan Pane terutama tentang dunia kepenulisan. Sintong juga mulai aktif kembali mengirimkan tulisan-tulisannya ke berbagai media dan ini turut membuat dekan serta para dosennya menjadi senang. Perlu diketahui bahwa ketika Sintong masih menjadi mahasiswa baru, Sintong sangat rajin membuat tulisan dan mengirimnya dan akhirnya dimuat di berbagai koran ternama. Hal ini juga yang menjadi alasan mengapa Sintong tidak mendapat status Drop Out (DO) dari kampusnya, itu dikarenakan Sintong pernah menjadi mahasiswa yang membanggakan pada masanya. 

"Aku juga sering kali takut menulis, Darman. Tapi aku lebih takut lagi jika tidak bersuara. Harus ada yang menyampaikan prinsip-prinsip kebaikan. Aku juga berkali-kali gemetar saat mengetikkan tulisan, gentar sekali. Tapi aku lebih takut jika keadilan itu tidak disampaikan. Maka biarlah aku mengetiknya, menyampaikan suara-suara yang diam." — Sutan Pane

Kisah pertemuan antara Sintong dan Jess ini juga yang nantinya akan mempertemukan mereka pada suatu simpul. Simpul itu yang menyadarkan mereka tentang bagaimana konsekuensi dan risiko dari peredaran produk-produk ilegal/palsu/bajakan. Pada akhirnya, Sintong harus segera mengambil keputusan yang tegas mengenai dirinya. Akankah Sintong akan tetap bertahan untuk terus menjaga toko buku bajakan dari pakleknya atau ia akan mundur dari pekerjaan tersebut? Langsung baca bukunya, yaa^^

"Kamu akan selalu punya jalan keluar. Tidak hari ini, besok lusa akan tampak. Tidak malam ini, tapi sepanjang kamu sungguh-sungguh, itu akan menjadi keniscayaan."

Share: